DomaiNesia

Sabtu, 17 Juli 2021

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

Tingginya permasalahan Corona (COVID-19) di Indonesia menghasilkan undangan obat-obatan dan vitamin meningkat. Warga rela antre ke apotek demi berbelanja kebutuhan. 
  Foto: Andhika Prasetia

Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terapi utama COVID-19. Padahal, obat-obat tersebut ada dalam paket isolasi dapat bangun diatas kaki sendiri (isoman) COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Gimana tuh?

Perubahan usulan obat untuk isoman tercantum dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19. Rekomendasi disusun oleh 5 perhimpunan profesi dokter spesialis, yakni:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Dalam usulan tersebut, Oseltamivir cuma diberikan pada pasien isoman yang dicurigai memiliki koinfeksi influenza. Sedangkan Azithromycin cuma diberikan jika ada kecurigaan koinfeksi mikroorganisme atipikal.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Oseltamivir dan Azithromycin tergolong dalam paket B untuk pasien isoman COVID-19 bergejala ringan. Lengkapnya, paket tersebut berisi obat-obat selaku berikut:

  • Multivitamin
  • Azithromycin 500mg
  • Oseltamivir 75mg
  • Parasetamol tab 500mg

Dokter seorang andal paru dan staf pengajar Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia (FKUI), dr Rara Diah Handayani, SpP(K) menyebut, pergantian usulan obat masuk akal terjadi karena menyesuaikan hasil penilaian dan bukti klinis seiring penggunaan obat.

Namun karena informasi terkait penggunaan obat oleh pasien COVID-19 ini masih terus berkembang, ia menyarankan mudah-mudahan obat antivirus menyerupai oseltamivir cuma disantap jika pasien COVID-19 mengantongi tawaran dokter.

"Intinya akan lebih baik jika kita betul-betul berkonsultasi terhadap andal sebelum mendapat terapi," terangnya dalam diskusi daring, Jumat (16/7/2021).

"Memang acap kali di banyak sekali negara itu kombinasi mana yang diambil. Beberapa negara di Eropa tidak menggunakan fapiviravir, tidak menggunakan oseltamivir, juga tidak menggunakan remdesivir. Tapi ia menggunakan beberapa antivirus yang lain. Kaprikornus memang diubahsuaikan dengan keputusan masing-masing negara. Biasanya dilaksanakan dahulu evaluasi," pungkasnya.



Simak Video "Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Obat Oseltamivir Bagi Pasien Corona di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

Tingginya permasalahan Corona (COVID-19) di Indonesia menghasilkan seruan obat-obatan dan vitamin meningkat. Warga rela antre ke apotek demi berbelanja kebutuhan. 
  Foto: Andhika Prasetia

Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terapi utama COVID-19. Padahal, obat-obat tersebut ada dalam paket isolasi dapat bangkit diatas kaki sendiri (isoman) COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Gimana tuh?

Perubahan saran obat untuk isoman tercantum dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19. Rekomendasi disusun oleh 5 perhimpunan profesi dokter spesialis, yakni:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Dalam saran tersebut, Oseltamivir cuma diberikan pada pasien isoman yang dicurigai memiliki koinfeksi influenza. Sedangkan Azithromycin cuma diberikan bila ada kecurigaan koinfeksi mikroorganisme atipikal.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Oseltamivir dan Azithromycin tergolong dalam paket B untuk pasien isoman COVID-19 bergejala ringan. Lengkapnya, paket tersebut berisi obat-obat selaku berikut:

  • Multivitamin
  • Azithromycin 500mg
  • Oseltamivir 75mg
  • Parasetamol tab 500mg

Dokter seorang andal paru dan staf pengajar Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia (FKUI), dr Rara Diah Handayani, SpP(K) menyebut, pergantian saran obat masuk akal terjadi karena menyesuaikan hasil penilaian dan bukti klinis seiring penggunaan obat.

Namun karena pemberitahuan terkait penggunaan obat oleh pasien COVID-19 ini masih terus berkembang, ia menyarankan biar obat antivirus menyerupai oseltamivir cuma dimakan bila pasien COVID-19 mengantongi pertimbangan dokter.

"Intinya akan lebih baik bila kita betul-betul berkonsultasi terhadap andal sebelum mendapat terapi," terangnya dalam diskusi daring, Jumat (16/7/2021).

"Memang seringkali di banyak sekali negara itu kombinasi mana yang diambil. Beberapa negara di Eropa tidak menggunakan fapiviravir, tidak menggunakan oseltamivir, juga tidak menggunakan remdesivir. Tapi beliau menggunakan beberapa antivirus yang lain. Makara memang diubahsuaikan dengan keputusan masing-masing negara. Biasanya dijalankan dahulu evaluasi," pungkasnya.



Simak Video "Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Obat Oseltamivir Bagi Pasien Corona di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

Tingginya problem Corona (COVID-19) di Indonesia menghasilkan ajakan obat-obatan dan vitamin meningkat. Warga rela antre ke apotek demi berbelanja kebutuhan. 
  Foto: Andhika Prasetia

Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terapi utama COVID-19. Padahal, obat-obat tersebut ada dalam paket isolasi berdikari (isoman) COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Gimana tuh?

Perubahan usulan obat untuk isoman tercantum dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19. Rekomendasi disusun oleh 5 perhimpunan profesi dokter spesialis, yakni:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Dalam usulan tersebut, Oseltamivir cuma diberikan pada pasien isoman yang dicurigai memiliki koinfeksi influenza. Sedangkan Azithromycin cuma diberikan jikalau ada kecurigaan koinfeksi mikroorganisme atipikal.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Oseltamivir dan Azithromycin tergolong dalam paket B untuk pasien isoman COVID-19 bergejala ringan. Lengkapnya, paket tersebut berisi obat-obat selaku berikut:

  • Multivitamin
  • Azithromycin 500mg
  • Oseltamivir 75mg
  • Parasetamol tab 500mg

Dokter seorang andal paru dan staf pengajar Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia (FKUI), dr Rara Diah Handayani, SpP(K) menyebut, pergantian usulan obat masuk akal terjadi karena menyesuaikan hasil penilaian dan bukti klinis seiring penggunaan obat.

Namun karena pemberitahuan terkait penggunaan obat oleh pasien COVID-19 ini masih terus berkembang, ia menyarankan agar obat antivirus seumpama oseltamivir cuma dimakan jikalau pasien COVID-19 mengantongi tawaran dokter.

"Intinya akan lebih baik jikalau kita sungguh-sungguh berkonsultasi terhadap andal sebelum mendapat terapi," terangnya dalam diskusi daring, Jumat (16/7/2021).

"Memang adakala di banyak sekali negara itu kombinasi mana yang diambil. Beberapa negara di Eropa tidak menggunakan fapiviravir, tidak menggunakan oseltamivir, juga tidak menggunakan remdesivir. Tapi ia menggunakan beberapa antivirus yang lain. Kaprikornus memang diadaptasi dengan keputusan masing-masing negara. Biasanya ditangani dahulu evaluasi," pungkasnya.



Simak Video "Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Obat Oseltamivir Bagi Pasien Corona di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

Tingginya problem Corona (COVID-19) di Indonesia menghasilkan usul obat-obatan dan vitamin meningkat. Warga rela antre ke apotek demi berbelanja kebutuhan. 
  Foto: Andhika Prasetia

Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terapi utama COVID-19. Padahal, obat-obat tersebut ada dalam paket isolasi berdikari (isoman) COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Gimana tuh?

Perubahan usulan obat untuk isoman tercantum dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19. Rekomendasi disusun oleh 5 perhimpunan profesi dokter spesialis, yakni:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Dalam usulan tersebut, Oseltamivir cuma diberikan pada pasien isoman yang dicurigai memiliki koinfeksi influenza. Sedangkan Azithromycin cuma diberikan kalau ada kecurigaan koinfeksi mikroorganisme atipikal.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Oseltamivir dan Azithromycin tergolong dalam paket B untuk pasien isoman COVID-19 bergejala ringan. Lengkapnya, paket tersebut berisi obat-obat selaku berikut:

  • Multivitamin
  • Azithromycin 500mg
  • Oseltamivir 75mg
  • Parasetamol tab 500mg

Dokter seorang andal paru dan staf pengajar Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia (FKUI), dr Rara Diah Handayani, SpP(K) menyebut, pergantian usulan obat masuk akal terjadi karena menyesuaikan hasil penilaian dan bukti klinis seiring penggunaan obat.

Namun karena informasi terkait penggunaan obat oleh pasien COVID-19 ini masih terus berkembang, ia menyarankan biar obat antivirus menyerupai oseltamivir cuma dimakan kalau pasien COVID-19 mengantongi proposal dokter.

"Intinya akan lebih baik kalau kita sungguh-sungguh berkonsultasi terhadap andal sebelum mendapat terapi," terangnya dalam diskusi daring, Jumat (16/7/2021).

"Memang kerap kali di banyak sekali negara itu kombinasi mana yang diambil. Beberapa negara di Eropa tidak menggunakan fapiviravir, tidak menggunakan oseltamivir, juga tidak menggunakan remdesivir. Tapi beliau menggunakan beberapa antivirus yang lain. Makara memang diadaptasi dengan keputusan masing-masing negara. Biasanya dijalankan dahulu evaluasi," pungkasnya.



Simak Video "Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Obat Oseltamivir Bagi Pasien Corona di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

Tingginya permasalahan Corona (COVID-19) di Indonesia menghasilkan undangan obat-obatan dan vitamin meningkat. Warga rela antre ke apotek demi berbelanja kebutuhan. 
  Foto: Andhika Prasetia

Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terapi utama COVID-19. Padahal, obat-obat tersebut ada dalam paket isolasi berdikari (isoman) COVID-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Gimana tuh?

Perubahan usulan obat untuk isoman tercantum dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19. Rekomendasi disusun oleh 5 perhimpunan profesi dokter spesialis, yakni:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Dalam usulan tersebut, Oseltamivir cuma diberikan pada pasien isoman yang dicurigai memiliki koinfeksi influenza. Sedangkan Azithromycin cuma diberikan jika ada kecurigaan koinfeksi mikroorganisme atipikal.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi Kemenkes, Oseltamivir dan Azithromycin tergolong dalam paket B untuk pasien isoman COVID-19 bergejala ringan. Lengkapnya, paket tersebut berisi obat-obat selaku berikut:

  • Multivitamin
  • Azithromycin 500mg
  • Oseltamivir 75mg
  • Parasetamol tab 500mg

Dokter seorang andal paru dan staf pengajar Departemen Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indoensia (FKUI), dr Rara Diah Handayani, SpP(K) menyebut, pergantian usulan obat masuk akal terjadi karena menyesuaikan hasil penilaian dan bukti klinis seiring penggunaan obat.

Namun karena informasi terkait penggunaan obat oleh pasien COVID-19 ini masih terus berkembang, ia menyarankan biar obat antivirus menyerupai oseltamivir cuma dimakan jika pasien COVID-19 mengantongi pendapat dokter.

"Intinya akan lebih baik jika kita betul-betul berkonsultasi terhadap andal sebelum mendapat terapi," terangnya dalam diskusi daring, Jumat (16/7/2021).

"Memang adakala di banyak sekali negara itu kombinasi mana yang diambil. Beberapa negara di Eropa tidak menggunakan fapiviravir, tidak menggunakan oseltamivir, juga tidak menggunakan remdesivir. Tapi ia menggunakan beberapa antivirus yang lain. Kaprikornus memang diadaptasi dengan keputusan masing-masing negara. Biasanya dijalankan dahulu evaluasi," pungkasnya.



Simak Video "Penjelasan Dokter Soal Penggunaan Obat Oseltamivir Bagi Pasien Corona di Indonesia"
[Gambas:Video 20detik]

Idi: Faskes Ri Hadapi 'Functional Collapse', Nakes Digempur Terus

Sejumlah tenaga kesehatan berlangsung menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut (K) Muhammad Arifin menyampaikan tidak akan menghemat jumlah tenaga kesehatan selama masa Idulfitri 2021, hal tersebut untuk mengantisipasi peningkatan kendala COVID-19 dari penduduk  yang tetap menjalankan pulang kampung meski adanya larangan pemerintah sama menyerupai periode tahun lalu. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj. Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

Jakarta -

Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengungkap kondisi COVID-19 di Indonesia tengah 'functional collapse'. Artinya, secara fungsi kepraktisan kesehatan telah di fase kolaps.

Misalnya, jumlah tenaga kesehatan yang mulai terbatas hingga pasokan obat dan stok alat kesehatan yang lain yang juga perlu terus ditambah alasannya merupakan seruan yang membludak. Sementara, menurut dia, kepraktisan kesehatan menyerupai wilayah tidur masih sanggup ditambah umpamanya pemasangan tenda-tenda untuk merawat pasien COVID-19.

"Kondisi ketika ini memang keadaan yang sungguh-sungguh cukup mengkhawatirkan, aku senantiasa sampaikan, bahwa kita dalam keadaan yang dihadapkan dengan functional collapse, bukan structural collapse," sebut Adib dalam pertemuan pers dalam kanal YouTube, PERSI Jumat (16/7/2021).

"Karena IGD-nya masih ada, sanggup dibentuk tenda, sanggup ditambah wilayah tidur, namun secara functional collapse, functional dalam konteks SDM, functional dalam konteks alat kesehatan, functional dalam kaitan oksigen obat dan sebagainya," sambungnya.

Maka dari itu, ia mendesak pemerintah perlu menimbang-nimbang regulasi terkait keadaan COVID-19 yang mengkhawatirkan, demi menekan jumlah pasien COVID-19 tak terus meningkat. Hal ini dikarenakan para tenaga kesehatan pun menyerupai telah tak ada relaksasi.

"Jadi yang kita intervensi merupakan lewat sebuah kebijakan agar segi functional tidak kolaps mulai dari sumber pemberdayaan kemudian menampilkan saluran terhadap penduduk agar flownya (kasus) tidak terlampau banyak," beber dia.

"Karena perlu ada upaya juga bagaimana teman-teman nakes di faskes ini ada fase yang mereka sanggup relaksasi, jikalau kini mereka digempur terus. Dengan keadaan yang ketika ini mesti ada upaya-upaya dari segi regulasi harus, ada percepatan regulasi," tutur Adib.

Adib meminta regulasi yang dibentuk mesti cepat dan menyesuaikan dengan keadaan kemajuan kasus COVID-19 di Indonesia ketika ini.



Simak Video "Relawan Pemakaman Malaysia Ketar-ketir Lihat Lonjakan COVID-19"
[Gambas:Video 20detik]

Idi: Faskes Ri Hadapi 'Functional Collapse', Nakes Digempur Terus

Sejumlah tenaga kesehatan berlangsung menuju ruang perawatan pasien COVID-19 di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC), Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet, Letkol Laut (K) Muhammad Arifin menyampaikan tidak akan meminimalisir jumlah tenaga kesehatan selama masa Idulfitri 2021, hal tersebut untuk mengantisipasi peningkatan kendala COVID-19 dari penduduk  yang tetap menjalankan balik kampung meski adanya larangan pemerintah sama menyerupai periode tahun lalu. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj. Foto: ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT

Jakarta -

Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi mengungkap kondisi COVID-19 di Indonesia tengah 'functional collapse'. Artinya, secara fungsi akomodasi kesehatan telah di fase kolaps.

Misalnya, jumlah tenaga kesehatan yang mulai terbatas hingga pasokan obat dan stok alat kesehatan yang lain yang juga perlu terus ditambah alasannya merupakan undangan yang membludak. Sementara, menurut dia, akomodasi kesehatan menyerupai daerah tidur masih sanggup ditambah contohnya pemasangan tenda-tenda untuk merawat pasien COVID-19.

"Kondisi di sekarang ini memang keadaan yang betul-betul cukup mengkhawatirkan, aku senantiasa sampaikan, bahwa kita dalam keadaan yang dihadapkan dengan functional collapse, bukan structural collapse," sebut Adib dalam pertemuan pers dalam kanal YouTube, PERSI Jumat (16/7/2021).

"Karena IGD-nya masih ada, sanggup dibentuk tenda, sanggup ditambah daerah tidur, namun secara functional collapse, functional dalam konteks SDM, functional dalam konteks alat kesehatan, functional dalam kaitan oksigen obat dan sebagainya," sambungnya.

Maka dari itu, ia mendesak pemerintah perlu mempertimbangkan regulasi terkait keadaan COVID-19 yang mengkhawatirkan, demi menekan jumlah pasien COVID-19 tak terus meningkat. Hal ini dikarenakan para tenaga kesehatan pun menyerupai telah tak ada relaksasi.

"Jadi yang kita intervensi merupakan lewat sebuah kebijakan agar segi functional tidak kolaps mulai dari sumber pemberdayaan kemudian memamerkan jalan masuk terhadap penduduk agar flownya (kasus) tidak terlampau banyak," beber dia.

"Karena perlu ada upaya juga bagaimana teman-teman nakes di faskes ini ada fase yang mereka sanggup relaksasi, apabila kini mereka digempur terus. Dengan keadaan yang di sekarang ini mesti ada upaya-upaya dari segi regulasi harus, ada percepatan regulasi," tutur Adib.

Adib meminta regulasi yang dibentuk mesti cepat dan menyesuaikan dengan keadaan pertumbuhan kasus COVID-19 di Indonesia di saat ini.



Simak Video "Relawan Pemakaman Malaysia Ketar-ketir Lihat Lonjakan COVID-19"
[Gambas:Video 20detik]

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

    Foto: Andhika Prasetia Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terap...